5 Dinamika Sejarah Perjuangan HMI Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa. 5.1. HMI Dalam Fase Perjuangan Fisik 5.2. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa 5.3.HMI Dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru 5.4. HMI Dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa 5.5.HMI Daiam Fase Pasca Orde Baru Metode : Ceramah, tanya jawab, diskusi Evaluasi: Dalamperjalanannya hingga sekarang, HMI mengalami dinamika perjuangan seperti yang diungkapkan oleh Agus Salim Sitompul dalam bukunya Sejarah Perjuangan HMI (1947-1975) dan diperbaharui dalam buku Historiografi HMI (1947-1995), menurutnya ada lima fase perjuangan HMI, yaitu: 1) Fase Perjuangan Fisik (1947-1949) 2) Fase Pertumbuhan dan B Fase-fase Perjuangan HMI Dalam perjalanan HMI selama setengah abad lebih, telah menjalani 11 fase. 1. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (tahun 1946) Fasefase perjuangan dan relevansinya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (November 1946 - 5 Februari 1947) Di fase ini pula HMI berhadapan dengan kekuatan yang ingin HMI ini enyah. Fase kebangkitan (1966 - 1968) Fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969 - 1970) HMI Dalamperjalanan HMI selama setengah abad lebih, ditengah usia yang sudah senja, HMI telah menjalani beberapa fase, paling tidak, ada 11 fase yang dilalui HMI, yaitu : 1. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (tahun 1946) Bermula dari latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI serta kondisi obyektif yang mendorongnya, Fasefase Perkembangan HmI. Submitted by Ketua Umum on Tue, 01/15/2013 - 07:26 1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947) Fase dimana latar belakang HmI berdiri, sudah jelas pemaparan diatas. 2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 30 November 1947) Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HmI barulah berakhir. . al-Bukhari, Imam Muhammad bin Ismail. 2012. Sahih Al-Bukhari. Jakarta Pustaka Sunnah, Terjemahan. al-Habsyi, Muhammad Bagir. 2002. Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Bandung Penerbit Mizan, Terjemahan. Anam. 2013. “Ketegasan Abu Bakar Soal Zakat”. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta, Indonesia 30 Oktober 2015]. Atmoko, Citro. 2014. “Masalah Ketimpangan Masih Jadi Isu Besar”. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta 30 Oktober 2015]. Balitbanginfo [Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi]. 2014. Data dan Informasi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri. Jakarta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Barton, Greg. 1999. Gagasan Islam Liberal di Indonesia Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid. Jakarta Paramadina dan Pustaka Antara, Terjemahan. Barton, Greg. 2003. Biografi Gus Dur The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta Penerbit LKiS, Terjemahan. BEM UI [Badan Eksekutif Mahasiswa]. 2012. Kajian Energi, Bagian 1 BBM. Jakarta Pusat Kajian dan Studi Gerakan BEM UI [Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia]. Budiardjo, Miriam. 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. Chaldun, Ibn. 1962. Filsafat Islam tentang Sedjarah Pilihan dari Muqaddimah, Karangan Ibn Chaldun dari Tunis 1332-1406. Djakarta Penerbit Tintamas, Terdjemahan. Depag RI [Departemen Agama Republik Indonesia]. 1982/1983. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta Departemen Agama Republik Indonesia. Effendy, Bahtiar. 2011. Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital. Faz, Ahmad Thoha. 2007. Titik Ba Paradigma Revolusioner dalam Kehidupan dan Pembelajaran. Bandung Penerbit Mizan. Hart, K. 2002. “Jacques Derrida” dalam Peter Beilharz [ed]. Teori-teori Sosial Observasi Kritis terhadap para Filosof Terkemuka. Yogyakarta Pustaka Pelajar, Terjemahan. Hatta, Mohamad. 1979. Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan. Jakarta Penerbit Mutiara. Hatta, Mohamad. 2005. Indonesia Merdeka Indonesie Vrij. Yogyakarta Aditya Media dan PUSTEP UGM. Hatta, Mohamad. 2012. Ke Arah Indonesia Merdeka. Jakarta Yayasan Hatta. Koran Sindo [suratkabar]. Jakarta, Indonesia 16 September 2015. Latif, Yudi. 2012. Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Jakarta Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital. Lunandi, 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta Penerbit Gramedia. Madjid, M. Nurcholish. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta Yayasan Wakaf Paramadina. Madjid, M. Nurcholish. 1999. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital. Malik, Kholis. 2002. Konflik Ideologi Kemelut Asas Tunggal di Tubuh HMI. Yogyakarta Insani Press. Mishra, Ramesh. 2000. Globalization and the Welfare State. London McMillan. PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam]. 2013. Hasil-hasil Kongres Himpunan Mahasiswa Islam ke-XVIII. Jakarta Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. Piliang, Yasraf Amir. 2011a. Bayang-Bayang Tuhan Agama dan Imajinasi. Jakarta Mizan Publika. Piliang, Yasraf Amir. 2011b. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Bandung Penerbit Matahari. Rachman, Budhy Munawar. 2011. Ensiklopedi Nurcholish Madjid Jilid 2, H-L. Jakarta Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital. Robbins, Stephen P. 2001. Psikologi Organisasi. Jakarta Penerbit Prenhallindo, Terjemahan. Saptaningrum, Indriaswati D. 2011. “Sebuah Jerat Bernama Masa Lalu” dalam AZASI Majalah Analisis Dokumentasi dan Hak Azasi Manusia, Edisi Maret – April. Jakarta Penerbit ELSAM [Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat]. Saripudin, Didin. 2010. Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikan. Bandung Karya Putra Darwati. Schroder, Peter. 2010. Strategi Politik. Jakarta Friedrich-Naumann-Stiftung Fuer die Freiheit, Terjemahan. Sen, Amartya. 2007. Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas. Tangerang Marjin Kiri, Terjemahan. Shaleh, Hasanuddin M. 1996. HMI dan Rekayasa Asas Tunggal Pancasila. Yogyakarta Kelompok Studi Lingkaran. Shihab, M. Quraish. 2000. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung Penerbit Mizan. Siroj, Said Aqil. 2006. Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Bandung Penerbit Mizan. Sitompul, Agussalim. 1976. Sejarah Perjuangan HMI Tahun 1947-1975. Surabaya Penerbit Bina Ilmu. Sitompul, Agussalim. 1995. Historiografi HMI, 1947-1993. Jakarta Penerbit Intermasa. Sitompul, Agussalim. 2001. “Pemikiran HMI Himpunan Mahasiswa Islam tentang Keislaman – Keindonesiaan, 1947-1997”. Disertasi Tidak Diterbitkan. Yogyakarta Program Pascasarjana IAIN [Institut Agama Islam Negeri] Sunan Kalijaga. Sitompul, Agussalim. 2010. “Refleksi 63 Tahun Perjuangan HMI, Mendiagnosa Lima Zaman Perjalanan HMI Suatu Tinjauan Historis dan Kritis terhadap Fase-fase Perjuangan HMI dalam Menjawab Tantangan Masa Depan”. Makalah dipresentasikan dalam Latihan Kader II Tingkat Nasional HMI [Himpunan Mahasiswa Islam] Cabang Malang, Jawa Timur, pada hari Senin, tanggal 20 Juni. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta, Indonesia 30 Oktober 2015]. Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta RajaGrafindo Persada. Soekarno. 1965. Di Bawah Bendera Revolusi Djilid Kedua. Djakarta Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi. Susanti, Inda et al. 2015. “Jumlah Rakyat Miskin Melonjak”. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta, Indonesia 30 Oktober 2015]. Susanto, Eko Harry. 2014. “Media, Baru, Kebebasan Informasi, dan Demokrasi di Kalangan Generasi Muda”. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta, Indonesia 30 Oktober 2015]. Tanja, Victor. 1982. Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta Penerbit Sinar Harapan. Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta Bumi Aksara. WHSA [White House Signal Agency]. 1961. “Inaugural Address, 20 Januari 1961”. Tersedia secara online juga di [diakses di Jakarta, Indonesia 30 Oktober 2015]. [diakses di Jakarta, Indonesia 10 Oktober 2014]. 1 PEDOMAN PERKADERAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM MUKADDIMAH Asyahadu alla illa ha illallah Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah Aku Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk mengatur ummat manusia kehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia dituntut mengejawantahkan nilai-nilai illahiyah dibumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Menauladani Tuhan dengan bingkai pangabdian kehadirat-Nya melahirkan konsekuensi untuk melakukan pembebasan liberation dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam konteks ini seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang menjadi subtansi dari persaksian primordial manusia Syahadatain. Dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, manusia harus tampil untuk melakukan perubahan sesuai dengan misi yang diemban oleh para Nabi, yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat bagi seluruh alam menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal universal brotherhood, egaliter, demokratis, berkeadilan sosial social justice, dan berkeadaban social civilization, serta istiqomah melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas mustadh'afin. HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan mampu menjadi alat perjuangan dalam mentransformsikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin dibangun yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirindhoi Allah SWT. Dalam Aktivitas keseharian, HMI sebagai organisasi kader platform yang jelas dalam menyusun agenda, perlu mendekatkan diri pada realitas masyarakat dan secara intrens berusaha membangun proses dialektika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI terhadap persoalan, tergambar pada penyikapan kader yang memiliki keperpihakan terhadap kaum tertindas mustadha'afin serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan kaum penindas mustakbirin. Agar dapat mewujudkan cita-cita diatas, maka seyogyanya perkaderan harus diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan yang berusaha melakukan transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh khaffah, sikap dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme, serta orientasi pada kemampuan profesionalisme. Oleh karena itu untuk memberikan nilai tambah yang optimal bagi pengkaderan HMI, maka ada 3 tiga hal yang harus diberi perhatian serius, pertama, rekrutmen calon kader. Dalam hal ini HMI harus menentukan prioritas rekrutmen calon kader dari mahasiswa pilihan, yakni input kader yang memiliki integritas pribadi, bersedia melakukan peningkatan dan pengembangan yang terus menerus serta berkelanjutan, memiliki orientasi prestasi, dan memiliki potensi leadership, serta memiliki kemungkinan untuk aktif dalam organisasi. Kedua, proses perkaderan yang dilakukan sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung jawab perkaderan, pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang dikomunikasikan serta fasilitas yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang dibangun harus kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kader, yakni iklim yang menghargai prestasi individu, mendorong gairah belajar dan bekerja keras, merangsang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan terbuka untuk membangun sikap krirtis yang menumbuhkan sikap dan pandangan futuristik serta menciptakan media untuk merangsang tumbuhnya sensifitas dan kepedulian terhadap lingkungan sosial yang mengalami ketertindasan. Untuk memberikan panduan guidence yang dilaksanakan dalam setiap proses perkaderan HMI, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman perkaderan yang merupakan strategi besar grand strategy perjuangan HMI dalam menjawab tantangan organisasi yang sesuai dengan setting sosial dan budaya yang berlaku dalam konteks zamannya. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam HMI diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI Sekolah Tinggi Islam, kini UII Universitas Islam Indonesia yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll. Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja. Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat” Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan Aspek Politik Indonesia menjadi objek jajahan Belanda Aspek Pemerintahan Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda Aspek Hukum Hukum berlaku diskriminatif Aspek pendidikan Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda. Aspek ekonomi Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah Aspek kebudayaan masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia Aspek Hubungan keagamaan Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan Munculnya polarisasi politik. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis Kemajemukan Bangsa Indonesia Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan HMI Kongres SoloHMI Perjuangan FisikKongres HMILafran-panePembukaan Kongres HMIPeran HMIDokumentasi HMI 60anDokumentasi HMI 60an Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947 Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan sekarang Panembahan Senopati, masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan” Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar. Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain Lafran Pane Yogya Karnoto Zarkasyi Ambarawa, Dahlan Husein Palembang, Siti Zainah istri Dahlan Husein-Palembang Maisaroh Hilal Cucu Soewali Jember, Yusdi Ghozali Juga pendiri PII-Semarang, Mansyur, Anwar Malang, Hasan Basri Surakarta, Marwan Bengkulu, Zulkarnaen Bengkulu, Tayeb Razak Jakarta, Toha Mashudi Malang, Bidron Hadi Yogyakarta. FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI Fase Konsolidasi Spiritual 1946-1947 Sudah diterangkan diatas Fase Pengokohan 5 Februari 1947 – 30 November 1947 Selama lebih kurang 9 sembilan bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh. Fase Perjuangan Bersenjata 1947 – 1949 Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa CM, dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI 1950-1963 Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta. Fase Tantangan 1964 – 1965 Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb. Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru 1966 – 1968 HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa KAMI 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain Mengamankan Pancasila. Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru. Fase Pembangunan 1969 – 1970 Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam, maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita. HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran 1970 – 1998 Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema. Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan. Fase Reformasi Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”. Anda juga bisa membaca lebih rinci tentang sejarah HMI di Wiki. Uploaded byLkpph Banten 0% found this document useful 0 votes0 views7 pagesCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes0 views7 pages9 Fase Perjuangan HMIUploaded byLkpph Banten Full descriptionJump to Page You are on page 1of 7Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Sejarah Perjuangan HMI Sejarah"Pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau umat manusia mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan difikirkan oleh manusia pada masa lampau untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan masa yang akan datang". Perjuangan "suatu kesungguhan disertai usaha yang teratur tertib dan berencana untuk mengubah kondisi buruk menjadi baik". HMI adalah kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam. B. Tujuan Mempelajari sejarah Perjuangan HMI Untuk meninjau dan meneliti secara sistematis dengan penuh kritis masa yang lalu agar dapat dijadikan cerminan dan pedoman masa kini sehingga dapat ditetapkan arah perjuangan masa mendatang. C. Organisasi sebagai alat berjuang dan tempat beramal QS. Ali Imron104 Menyeru kepada kebaikan/Islam dan mencegah kemunkaran adalah kewajiban setiap muslim. Maka HMI sebagai organisasi yang bercirikan Islam merupakan alat untuk mengajak kepada kebaikan wajib pula ada. BAB II TINJAUAN HISTORIK A. Lafan Pane dan hubungannya dengan HMI Lafran pane adalah tokoh pendiri utama HMI sehingga HMI tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan Lafran Pane. B. Latar Belakang munculnya Pemikiran Berdirinya HMI Penjajahan Belanda atas Indonesia dan tuntutan perang kemerdekaan. Adapun dampak penjajahan adalah sbb Aspek Politik seluruh rakyat RI menjadi objek jajahan dan kehilangan kedaulatannya. Aspek pemerintahan dengan diciptakannya Gubernur jenderal sebagai perwakilan pemerintah belanda dan Jayakarta - Batavia menunjukkan bahwa Indonesia berada di bawah pemerintahan hindia belanda. Aspek Hukum pelaksanaan hukum bertentangan dengan kondisi sosiologis orang-orang Islam diperlakukan diskriminatif dan Belanda selalu diuntungkan Aspek pendidikan kebijakan pemerintah belanda menempatkan Islam sebagai saingan. Aspek Ekonomi dengan pembentukan VOC 1902 merupakan momentum penguasaan ekonomi Indonesia oleh Belanda dan Gubernur Van Den Bosh memakai Pola Tanam Paksa cultuurstelsel untuk komoditi ekspor. Aspek kebudayaan munculnya aliran budaya secara bebas dan bersaing. Aspek keagamaan Belanda membawa misi agama nasrani Berkembangnya faham dan ajaran komunis Berawal dari ISDV Indische Social Democratische Vereeniging 1914 yang berhasil mendekati SI sehingga SI terpecah belah. Pada tgl 23 Mei 1920 ISDV berganti nama menjadi PKI dengan Semaun dan Darsono sebagai Presiden dan Wapres. Faham komunis dikembangkan melalui PMY dan SMY yang berhaluan komunis. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis, dilihat dari sudut Secara akademik Perguruan Tinggi akan mencetak para sarjana, intelektual dan calon pemimpim bangsa, calon dosen, guru, praktisi dll. Dari segi kelembagaan Perguruan Tinggi merupakan pusat kebudayaan, pembaharuan dan kemajuan Dari segi kegiatan intra dan ekstra kemahasiswaan menjadi ajang pembentukan kader di kalangan mahasiswa. Kebutuhan akan pemahaman, penghayatan keagamaam PMY dalam aktivitasnya tidak memperhatikan kepentingan mahasiswa beragama Islam. Dengan tidak tersalurnya aspirasi keagamaan mayoritas mahasiswa di Yogyakarta merupakan alasan kuat bagi mahasiswa yang beragama untuk mendirikan organisasi mahasiswa sendiri terpisah dari PMY. Gerakan untuk memunculkan sebuah organisasi mahasiswa Islam untuk menampung aspirasi mahasiswa akan kebutuhan pengetahuan, pemahaman, penghayatan keagamaan yang aktual muncul di akhir November 1946 secara organisatoris di awal februari 1947 dengan berdirinya HMI. Kemajemukan Bangsa indonesia Kemajemukan Indonesia dalam segala aspek-suku, agama, ras, golongan serta dalam aspek agama, budaya, politik dan tingkat pengetahuan yang juga dimiliki umat Islam Munculnya Polarisasi Politik Sebelum HMI berdiri tahun 1947, suasana politik RI mengalami polarisasi politik antara pihak pemerintah dipelopori partai sosialis dan pihak oposisi yang dipelopori Masyumi, PNI dan Persatuan Perjuangan Tan Malaka. Pihak pemerintah menitikberatkan perjuangan memperoleh pengakuan kemerdekaan dengan perjuangan diplomasi sedang pihak oposisi menekankan pada perjungan bersenjata. Polarisasi politik ini berpengaruh membawa masyarakat mahasiswa. Tuntutan Modernisasi dan tantangan Masa Depan Timbulnya gerakan pembaharuan baik di dunia Islam dan di Indonesia, karena tuntutan kepada pembaharuan sebagai kebutuhan untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul, disebabkan adanya kemunduran dan keterbelakangan, maupun menghadapi perkembangan baru sebagai akibat dari kemajuan IPTEK. Pembaharuan dalam arti modernisasi merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dielakkan, karena modernisasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. BAB III BERDIRINYA HMI A. Deklarasi Berdirinya HMI, arti dan makna 5 Februari 1947 HMI berdiri/dideklarasikan pada hari rabu tanggal 14 Rabiul awal 1366 H bertepatan dengan 5 Februari 1947, di salah satu ruangan kuliah STI dengan tokoh utama pendirinya adalah Lafran Pane mahasiswa STI tingkat I bersama mahsiswa STI lainnya. B. Di sekitar kelahiran HMI Tujuan HMI ketika pertama berdiri Mempertahankan negara RI dan mempertinggi derajat rakyat indonesia. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam Tujuan HMI saat ini Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terbentuknya masyarakat adil makmur yang diridloi Allah SWT. Karakteristik HMI karakteristik sesuatu yang sejak awal berdirinya sudah melekat Berasaskan Islam ,dan bersumber pada Al Qur'an serta As Sunah Berwawasan keindonesiaan dan kebangsaan Bertujuan, terbinanya lima kualitas insan cita Bersifat independen Berstatus sebagai organisasi mahasiswa Berfungsi sebagai organisasi kader Berperan sebagai organisasi perjuangan. Bertugas sebagai sumber insansi pembangunan bangsa. Berkedudukan sebagai organisasi modernis. C. Tokoh-tokoh Pemula HMI Pemrakarsa/pendiri HMI adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisssaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainah, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Badron Hadi. D. Faktor Penghambat Dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta PMY Dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPII Dari Pelajar Islam Indonesia PII BAB IV FASE-FASE PERJUANGAN HMI DAN RELEVANSINYA DENGAN PERJUANGAN BANGSA A. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses berdirinya HMI November 1946-4 Februari 1947 B. Fase Berdiri dan Pengokohan 5 Feb 1947 - 30 Nov 1947 Dalam rangka mengokohkan eksistensi HMI Maka diadakan berbagai aktivitas untuk popularisasi organisasi dengan mengadakan ceramah-ceramah ilmiah, rekreasi, malam-malam bidang organisasi didirikan cabang-cabang baru seperti Klaten, Solo dan Yogyakarta. C. Fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan, serta menghadapi penghianatan I PKI 1947-1949 Untuk menghadapi pemberontakan PKI Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirto Sudiro membentuk Corps Mahasiswa CM, dengan komandan Hartono Wakil Komandan Ahmad Tirto Sudiro, ikut membantu pemerintah menumpas pemberontakan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah PKI menaruh dendam pada HMI. D. Fase pembinaan dan pengembangan organisasi 1950-1963 Sejak tahun 1950 dilaksanakan konsolidasi organisasi sebagai masalah besar dan pada bulan juli 1950 PB HMI dipindahkan dari Yogya ke Jakarta. Diantara usaha-usaha yang dilaksanakan selama 13 tahun yaitu pembentukan cabang-cabang baru, menerbitkan majalah media, 7 kali kongres, pengesahan atribut HMI sebagai lambang, bendera, muts, Hymne HMI, merumuskan tafsir azas HMI, pembentukan Badko, menetapkan metode training HMI, pembentukan lembaga -lambaga HMI. Dibidang ekstern pendayagunaan PPMI, Menghadapi Pemilu I 1955, Penegasan independensi HMI, mendesak pemerintah supaya mengeluarkan UU Perguruan Tinggi, pelaksanaan pendidikan agama sejak dari SR sampai Perguruan Timggi dll. E. Fase Tantangan Setelah Masyumi dan GPII berhasil dipaksa bubar, maka PKI menganggap HMI sebagai kekuatan ketiga umat islam. Maka digariskan Plan 4 tahun PKI untuk membubarkan HMI, dimana menurut plan atau rencana itu HMI harus bubar sebelum Gestapu/PKI meletus. Dendam kesumat PKI terhadap HMI, menempatkan HMI sebagai organisasi yang harus dibubarkan karena dianggap sebagai penghalang bagi tecapainya tujuan PKI. Sementara itu HMI berhasil mengadakan konsolidasi organisasi, dimana HMI tampil sebagai organisasi yang meyakinkan Tujuan dan target pembubaran HMI adalah untuk memotong kader-kader umat islam yang akan dibina oleh HMI. Untuk membubarkan HMI dibentuklah panitia aksi pembubaran HMI di Jakarta GMNI, IPPI, GERMINDO, GMD, MMI, CGMI dll. Menjawab tantangan tersebut, Generasi Muda Islam yang terbentuk tahun 1964 membentuk panitia solidaritass pembelaan HMI. Dalih Pengganyangan terhadap HMI berupa fitnah dan hasutan sejak dari yang terbaik sampai yang terkeji, HMI dikatakan anti Pancasila, anti UUD 1945, anti PBR Soekarno dan lain-lain. Dukungan dan pembelaan terhadap HMI walaupun HMI dituntut dibubarkan oleh PKI,CGMI dan segenap kekuatan dan simpatisannya, namun para pejabat sipil maupun militer para pimpinan organisasi dan mahasiswa serta tokoh islam turut membela dan mempertahankan hak hidup kebijaksanaan Panglima Besar Kotrar Presiden Soekarno dengan surat keputusan tanggal 17 September 1965, HMI dinyatakan jalan terus. Strategi HMI Menghadapi PKI menggunakan PKI Pengamanan, Konsolidasi, Integrasi Anti klimaks Gestapu meletus, ketajaman politik HMI telah mencium bahwa pemberontakan tersebut dilakukan PKI. PB HMI menghadap Pangdam V Jaya Mayor Jendja Umar Wira Hadi Kusumah dan menyatakan Pemberontakan itu dilakukan oleh PKI, HMI menuntut supaya PKI dibubarkan, Karena pemberontakaitu menyangkut masalah politik ,maka harus diselesaikan secara politik, HMI akan memberikan bantuan apa saja yang diperlukan pemerintah untuk menumpas pemberontakan Gestapu PKI. F. Fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan '66 1966-1968 Tanggal 1 Oktober 1965 adalah tugu pemisah antara orde lama dengan orde baru. Apa yang disinyalir PKI, seandainya PKI Gagal dalam pemberontakan HMI akan tampil kedua kalinya menumpas pemberontakan PKI betul-betul terjadi. Wakil ketua PB HMI Mar'ie Muhammad tanggal 25 Oktober 1965 mengambil inisiatif mendirikan KAMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. Tritura 10 Januari 1966 Bubarkan PKI, retool kabinet, turunkan harga. Kemudian Dikeluaarkan Surat Perintah Sebelas Maret pada tanggal 12 Maret PKI dibubarkan dan dilarang. Kabinet Ampera teerbentuk. Alumni HMI masuk dalam kabinet, dan HMI diajak hearing dalam pembentukan kabinet. G. Fase partisipasi HMI dalam pembangunan 1969-sekarang Setelah Orde baru mantap dimulailah rencana pambangunan lima tahun oleh pemerintah. HMI sesuai dengan lima aspek telah memberikan sumbangan dan partisipasinya dalam pembangunan 10 Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 20 partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran, 30 partisipasi dalam bentuk langsung pembangunan. H. Fase kebangkitan intelektual dan pergolakan pemikiran 1970-1994 Pada tahun 1970 Nurcholis Majid menyampaikan ide pembaharuan dengan topik Keharusan Pembaharuan pemikiran dalam islam dan masalah integrasi umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan timbul perbedaan pendapat, penafsiran dan interpretasi. Hal ini tercuat dalam bentuk seperti persoalan negara islam, islam kaffah, sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila. I. Fase Reformasi 1995-sekarang Secara historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan dan kritik kepada pemerintah. Sesuai dengan kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan tindaka-tindakan inkonstitusional dan pertama disampaikan Yahya Zaini Ketum PB HMI ketika menyampaikan sambutan pada pembukaan Kongres XX HMI di Istana Negara Jakarta tanggal 21 Januari 1995. Kemudian pada peringatan HUT RI ke-50 Taufik Hidayat Ketua Umum PB HMI menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang memandang HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukan wilayah yang haram. Pemikiran berikutnya disampaikan Anas Urbaningrum pada peringatan Dies Natalis HMI ke-51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Februari 1998 dengan judul urgensi "reformasi bagi pembangunan bangsa yang bermarbat". BAB V MASA DEPAN HMI, TANTANGAN DAN PELUANG Kritikan terhadap HMI datang dari dalam maupun dari luar HMI. Kritikan itu sangat positif karena dengan kritikan HMI akan mengetahui kekurangan dan kesalahan yang diperbuatnya sehingga dapat diperbaiki untuk masa yang akan terhadap HMI berupa Independensi HMI, Kerja sama dengan militer, Sikap HMI terhadap Komunis,Tuntutan negara islam, adaptasi nasional, Dukungan terhadap rehabilitasi Masyumi,Penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya azas, Adaptasi rasional dan lain-lain. Melalui Kritikan itu Banyak pihak menilai kredibilitas HMI mengalami kemunduran. Untuk memulihkan kredibilitas tersebut, M Yahya Muhaimin Pada kongres XX mengemukakan konsep Revitalisasi, Reaktualisasi, Refungsionalisai, Restrukturisasi. Anas Urbaningrum memberi terapi dengan Politik etis HMI, Peningkatan visi HMI,Intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi. Untuk mencapai tujuan HMI pelu dipersiapkan suatu kondisi sebagai modal untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan bangsa Indonesia sangat kompleks tetapi justru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk memperjuangkan cita-cita nya sehingga menjadi kenyataan. BAB VI PENUTUP Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI tidak cukup dengan mengikuti Training formal. Tetapi mempelajari dan menghayati HMI harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan di manapun. Dengan cara seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secara utuh dan benar. Artikel Terkait LAH

fase fase perjuangan hmi